Rekognisi Pembelajaran Lampau: Penerapan untuk Profesi Psikologi

Juneman Abraham
2 min readJan 24, 2022

--

Sejak tahun 2018, dalam sebuah artikel yang berjudul Psikolog Akademik, Psikolog Terapan, Psikolog Profesional: Apakah Ada Bedanya?, saya menyampaikan bahwa definisi organisasi profesi psikologi hendaknya bersifat inklusif, yang memungkinkan pengakuan anggota-anggota organisasi profesi bukan hanya berdasarkan pendidikan formal, melainkan juga pelatihan bidang psikologi.

Saya meringkasnya dengan menyebut, “Definisi Organisasi Profesi Psikologi juga perlu merupakan sebuah definisi yang inklusif, yang turut mengakui Rekognisi Pembelajaran Lampau.

Berdasarkan preseden Peraturan KPU Tahun 2010, Bab 1 Pasal 1 (yang mengatur definisi Tenaga Profesional), saya menyusun sebuah definisi Organisasi Profesi Psikologi, sebagai berikut:

“Organisasi Profesi Psikologi adalah wadah berhimpunnya orang-orang yang memiliki keahlian (kemahiran dan keterampilan) dalam bidang psikologi berdasarkan pendidikan atau pelatihan dalam bidang(-bidang) psikologi, yang dapat memberikan jasa atau layanan sesuai standar dan kode etik profesi psikologi.”

Dalam artikel yang lain, yang berjudul Yang Penting Diketahui sebagai Asesor LSP Psikologi Indonesia, saya juga menyampaikan informasi bahwa Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) merupakan salah satu dari empat tujuan Asesmen Kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).

Sesuai dengan definisinya, RPL adalah “pengakuan atas Capaian Pembelajaran (CP) seseorang yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja ke dalam pendidikan formal.”

Sumber gambar: https://live.staticflickr.com/8046/8104584824_afd64ecc4f_b.jpg

Berdasarkan alur pikir di atas, apabila ke depan diputuskan bahwa, konsisten dengan KKNI, Magister Psikologi Profesi ditiadakan; maka untuk menjadi seorang Psikolog Profesi (misal Psikolog Klinis) — sementara Program Pendidikan Spesialis Psikologi Klinis belum tersedia jalur RPL dapat dipersiapkan sambil secara paralel membentuk Prodi Spesialis Psikologi Klinis.

Jalur RPL dapat diselenggarakan oleh LSP Psikologi Indonesia, dan hasil RPL dari LSP dapat dilegalisasikan oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Psikologi.

Perangkat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

(1) Perlu ada Skema LSP yang bersesuaian.

Sebagai contoh: Skema Psikolog Industri dan Organisasi (Psikolog I/O) sudah tersedia sebagai salah satu skema LSP Psikologi Indonesia. Untuk kasus ini, RPL untuk pengakuan seorang Psikolog I/O dapat dilangsungkan dengan kriteria standar kompetensi kerja yang termuat dalam skema tersebut.

Yang perlu dipersiapkan oleh asesi RPL adalah Satuan-satuan Kredit Profesi (SKP) yang telah dikumpulkan sesuai dengan standar SKP organisasi profesi psikologi.

Untuk saat ini, belum ada Skema Psikolog Klinis. Oleh karena itu, apabila komunitas profesi psikologi hendak menyelenggarakan RPL untuk menyatakan bahwa seseorang kompeten sebagai Psikolog Klinis, perlu diadakan skema Psikolog Klinis dalam LSP Psikologi Indonesia.

(2) Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Psikologi perlu tetap mendirikan Program Studi Spesialis Psikologi Klinis. Hal ini karena Perguruan Tinggi lah yang melegalisasikan hasil RPL.

Hal yang saya sampaikan di atas merupakan pendapat saya dan tidak mewakili organisasi manapun.

--

--

Juneman Abraham
Juneman Abraham

Written by Juneman Abraham

Psikolog Sosial | Peneliti Psikoinformatika & Psikologi Korupsi | Sains Terbuka | Blog: http://juneman.blog.binusian.org and http://junemanblog.wixsite.com/blog

No responses yet